Jumat, Juli 04, 2008

Bencana: Masyarakat selalu menjadi korban -- Objek pelengkap penderita

http://www.pintunet.com/lihat_opini.php?pg=2002/02/11022002/7365

Ditulis di JAKARTA TIMUR, pada tanggal 11.02.2002 12:52
Bencana: Masyarakat selalu menjadi korban -- Objek pelengkap penderita

Dalam banyak kejadian bencana (baca: musibah), sering kita mendengar dan melihat banyaknya
tudingan kesalahan yang dilemparkan pada masyarakat umum (baca: rakyat). Beberapa contoh
diantaranya:

* Kegiatan ladang berpindah (penebangan dan pembukaan lahandengan membakar hutan) oleh
masyarakat; dituduh sebagai penyebab kebakaran dan longsornya hutan.
* Membuang sampah sembarangan (baca: ke kali); dituduh sebagai penyebab meluapnya sungai
yang berakibat banjir.

Memang, rasanya memang sulit menepis tuduhan (minimal pandangan yang menyalahkan)
kelakuan buruk sebagian masyarakat tersebut. Kalau mau jujur, sebenarnya (secara prosentase)
sumbangan kesalahan masyarakat itu masih di bawah apa yang dilakukan pihak penguasa dan
pengusaha. Sayangnya saya belum memiliki datapendukung (statistik) mengenai hal ini.

Namun yang saya sayangkan, seringkali dalam berbagai kesempatan (mis: dalam banyak acara perbincangan/talkshow), masyarakat menjadi sasaran empuk melempar kesalahan sebagai
penyebab berbagai kerusakan yang terjadi tersebut. Dan saya yakin mereka yang senantiasa
membelokkan kesalahan pada masyarakat pun, sebenarnya tidak bisa juga membuktikan bahwa
semua itu hanya merupakan 'sumbangan' masyarakat. Kecuali para penuduh itu memang sudah
tidak memiliki hati nurani lagi (minimal telah mati).

Maka dari itu, satu kata yang harus kita populerkan sekarang iniadalah: 'Jawab!!'. Jawab segala
tuduhan yang tidak beralasan yang senantiasa dituduhkan pada kita, masyarakat secara proporsional.
Masyarakat yang pada akhirnya selalu menjadi korban sekaligus disalahkan, karena dianggap tidak
akan pernah melawan; meski diberi perlakuan apapun. Dan jawaban yang diberikanpun bukan dengan
emosi atau semangat semata. Namun dengan argumentasi dan pembeberan fakta pendukung yang
dapat diterima umum.

Sebagai contoh dalam soal penebangan dan pembakaran hutan, mata dan hati nurani kita melihat
bahwa kerusakan (hutan) yanglebih besar justru dilakukan oleh mereka yang bermodal. Dari kalangan
yang mengantongi ijin apalagi yang ilegal. Begitu juga dengan masalah banjir, sumber penyebab banjir
yang lebih besar sebenarnya bukan pada perilaku membuang sampah sembarangan. Namun pada rusaknya
penataan ruang kota; istilah kerennya: 'Blue Print' Kota (khususnya Ibukota RI -- DKI Jakarta) tidak lagi
diindahkan.

Tidak ada lagi batas yang jelas antara pemukiman dan kompleks perumahan (maupun real estate), fasilitas
umum, pusat perbelanjaan, dan wilayah yang penting, yakni: daerah resapan air. Yang ada hanyalah
perijinan yang lancar (selancar duit mengalir) atas pelanggaran peruntukan wilayah (di masa lalu; hingga
sekarang?). Kondisi semacam ini jelas melibatkan beberapa pihak (tanpa perlu saya jelaskan lebih detil
lagi). ;-(

Tidak seperti Pemerintah yang dengan mudahnya membantah,Pengusaha yang memiliki banyak dana,
Masyarakat mungkin hanya bisa mengumpat; tatkala disalahkan oleh pihak-pihak tertentu sekedar untuk
mengalihkan perhatian sekaligus pembentukan opini publik. ;-(
Mungkin anda setuju atau tidak, yang jelas opini pribadi saya ini hanya berusaha mendudukkan persoalan
pada posisi yang sewajarnya.

CMIIW.

Wassalam.

Tidak ada komentar: