Kamis, November 29, 2012

Beberapa 'Bendera Palsu' Mossad memperjelas bahwa Arab-Spring (atau NATO-Spring) sudah lama direncanakan

[Opini ini pertama kali ditulis pada: 29 Nopember 2012, 20:50]
[Opini ini direvisi pada: ]

Di bawah ini salah satu ulasan menarik menjelaskan beberapa modus operasi/aksi yang disebut sebagai 'Bendera Palsu'..Yang diduga kuat dilakukan oleh Mossad (Intelijen IsraHell) dan menimpakan kesalahan sebagai dilakukan oleh orang-orang Arab (baca: umat Islam).

Kalau kita perhatikan di tulisan tersebut, kita mungkin dapat lebih melihat gambaran lebih utuh atas apa yang disebut-sebut sebagai Arab-Spring (sebagian kalangan menyebut NATO-Spring) sebenarnya sudah lama direncanakan. Hal itu dapat dilihat/dibuktikan dengan adanya pembentukan opini publik (khususnya di Amerika Serikat, juga di seluruh dunia) mengenai jahatnya umat Islam di Mesir (Ikhwanul Muslimin),Libya, Suriah, Palestina.. dengan cara fitnah dan kebohongan..

Tidakkah ini (harusnya membuka mata kita semua).. diturunkannya Pres Husni Mubarrak, dibunuhnya Mu'ammar Khadaffi, upaya penjatuhan Bashar Al Assad, dan berita 'terkini' serangan terhadap (warga) Gaza.. sejalan dengan poin-poin 'Bendera Palsu' yang diulas situs asli (berbahasa inggris) tulisan di bawah ini..

Semoga usaha mengalih bahasa-kan tulisan tersebut membawa manfaatdan kesadaran bagi kita semua.

Aamiin..
Wassalam,

--------- 
~WakeUp, #Zombies!!

===========

Angkatan Darat US - 'Mossad
May Blame Arabs'Mungkin Menyalahkan Orang Arab'
Terkadang "tersangka yang paling mungkin" dalam aksi terorisme sebenarnya
adalah "Bendera palsu" yang bekerja untuk-atau "dibingkai" -mereka yang bertanggung jawab.
Eksklusif Untuk American Free Press
Oleh Michael Collins Piper
3-20-4
Analis Angkatan Darat AS ternama percaya badan intelijen Israel, Mossad
"kejam dan licik," "wildcard/sebebasnya(?)" yang "memiliki kemampuan
untuk menargetkan pasukan AS dan membuatnya terlihat seperti tindakan
orang Palestina/Arab (baca: muslim)."
Pernyataan yang membuka mata tentang bagaimana seharusnya sekutu
Amerika terdekat ini dilaporkan di halaman depan The Washington Times
pada 10 September - hanya satu hari sebelum serangan teroris di Amerika
yang dipersalahkan kepada orang Arab (baca: Umat Islam).
The Times melaporkan tuduhan serius oleh anggota Angkatan Darat AS
terhadap Israel muncul dalam sebuah makalah 68 halaman yang disiapkan
60 petugas di Sekolah Angkatan Darat AS untuk Studi Lanjutan Militer,
tempat pelatihan bagi perwira Angkatan Darat masa datang.
Hanya beberapa jam setelah tragedi teroris, analis pro-israel yang terkenal,
George Friedman, menyatakan Israel sebagai pihak yang paling diuntungkan.
"Pemenang besar hari ini, disengaja/ tidak, adalah negara Israel," tulis
Friedman, yang mengatakan di website nya, stratfor.com bahwa
"Tidak ada pertanyaan? Bahwa kepemimpinan Israel merasa lega" setelah
serangan teroris di Amerika sebagai akibat dari keuntungan yang akan
Israel dapatkan.
Mengingat pertanyaan Angkatan Darat AS tentang kemungkinan provokasi
oleh Israel, ditambah catatan analis intelijen ini bahwa Israel memang
"pemenang besar" pada 11 September, laporan sebelumnya pada 3 Agustus
1993 di edisi ‘The Village Voice’ bahwa Mossad (Israel) mungkin terlibat
dalam (atau mengetahui sebelumnya) serangan "teroris Arab" sebelumnya
terhadap World Trade Center, mengambil dimensi baru.
Peristiwa 11 September membutuhkan perhatian lebih mengenai fakta
bahwa Israel memiliki catatan panjang dan terbukti, dalam menanam
"bendera palsu" rangkaian pembunuhan dan tindak terorisme untuk
tujuan sendiri dan menyematkan kekejaman tersebut pada pihak yang
tidak bersalah.
Mungkin contoh paling terkenal di mana Israel menggunakan "bendera palsu"
untuk menutupi jejak sendiri adalah pada ‘Lavon Affair’ yang terkenal; pada
tahun 1954, beberapa orang Israel-mendalangi aksi terorisme yang ditujukan
kepada Inggris dan dilakukan di Mesir.
Yang dipersalahkan atas serangan tersebut adalah Ikhwanul Muslimin,
yang menentang rezim Presiden Mesir, Gamul Abdul Nasser.
Namun, kebenaran tentang gelombang teror ditemukan dalam kabel yang
sangat rahasia dari Kolonel Benjamin Givli, Kepala intelijen militer Israel,
yang menguraikan tujuan dimaksud di balik gelombang teror:
[Tujuan kami] adalah mematahkan kepercayaan Barat kepada rezim [Mesir]
yang ada.
Tindakan tersebut harus menyebabkan penangkapan, demonstrasi,
dan ekspresi balas dendam.
Orang Israel harus benar-benar dilindungi,
sementara perhatian harus dialihkan ke faktor-faktor lain yang dianggap
mungkin.
Tujuannya adalah untuk mencegah bantuan ekonomi dan militer
dari Barat ke Mesir.
Akhirnya kebenaran tentang keterlibatan Israel diketahui publik dan
mengguncang internal Israel dengan terbongkarnya skandal tersebut.
Unsur politik yang bersaing di dalam Israel menggunakan skandal tersebut
sebagai gada untuk menghantam lawan-lawan mereka.
Namun kebenaran tentang penggunaan "bendera palsu" oleh Israel telah
menjadi perhatian internasional dan menunjukkan bagaimana Israel
membahayakan nyawa tak bersalah sebagai bagian dari strategi besar
politik memperluas pengaruhnya di Timur Tengah.
 
MENYALAHKAN EKSTRIMIS 'SAYAP KANAN' (Right Wing)
Sebuah kelompok bayangan "sayap kanan" (Right Wing) yang dikenal
sebagai "Aksi Langsung" (Direct Action) dituduh menyerang Deli Goldenberg
di Paris pada 9 Agustus 1982.
Enam orang tewas dan 22 orang terluka. Pemimpin "Aksi Langsung" adalah Jean-Marc Rouillan telah beroperasi
di Mediterania dengan nama samaran "Sebas" dan berulang kali terkait
dengan Mossad.
Semua petunjuk kaitan Rouillan & Mossad sudah dihapus
dari laporan resmi yang dikeluarkan saat itu.
Namun, layanan berita nasional Aljazair, yang memiliki hubungan dengan
intelijen Prancis, menyalahkan Mossad atas kegiatan Rouillan tersebut.
Perwira intelijen Perancis yang marah diyakini telah membocorkan informasi
ini.
Beberapa petinggi keamanan Perancis berhenti sebagai protes atas
ditutupnya keterlibatan Mossad dalam kejahatan Rouillan itu.
Bagaimanapun operasi ‘bendera palsu’ Mossad lainnya juga terjadi di tanah Perancis.
 
PETUNJUK YANG SALAH
Pada 3 Oktober 1980, sebuah sinagog di jalan Copernicus, Paris, dibom.
Empat pengamat tewas. Sembilan orang lainnya terluka. Hiruk-pikuk media
mengikuti insiden itu di seluruh dunia.
Laporan (resmi) menyatakan
"ekstremis sayap kanan" yang bertanggung jawab.
Namun, dari semua
"ekstremis sayap kanan" yang ditanyai, tidak ada yang ditangkap.
Bahkan, semua dibebaskan. Di kalangan eselon tinggi intelijen Prancis,
kecurigaan mengarah pada Mossad.
Menurut satu laporan: "Pada 6 April 1979, unit terror Mossad yang sama,
kini diduga meledakkan pabrik Copernicus yang dijaga ketat, milik
CNIM industri di La Seyne-sur-Mer, dekat Toulon, tenggara Perancis;
yakni konsorsium perusahaan Perancis yang membangun reaktor nuklir
untuk Irak.
Mossad mengaburkan lokasi ledakan bom CNIM dengan 'petunjuk' telepon
anonim ke polisi yang menunjukkan sabotase itu adalah pekerjaan
kelompok 'konservatif' lingkungan -'orang-orang yang paling Pasifik dan
berbahaya di bumi' menurut info dari satu sumber."
 
KURANG LEBIH SAMA
o Pada 28 Juni 1978, agen-agen Israel meledakkan bom di mobil di
Rue Saint Anne, Paris, menewaskan Mohammed Boudia, pemimpin/
pengelola Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Segera setelah itu,
polisi Paris menerima telepon anonim menuduh keterlibatan Boudia
dalam transaksi narkotika dan mengkaitkan pembunuhan kepada
Mafia Korsika.
Sebuah penyelidikan mendalam menetapkan bahwa
agen khusus Mossad khusus-lah yang bertanggung jawab atas
pembunuhan tersebut.
o Pada Oktober 1976 Unit Mossad yang sama menculik dua mahasiswa
Jerman Barat bernama Brigette Schulz dan Thomas Reuter dari hotel
Paris tempat mereka menginap.
"Petunjuk" yang ditanam dan telpon
anonim membuatnya terlihat seperti kelompok Bavarian "neo-nazi"
yang melakukan penculikan.
Intelijen Perancis menetapkan dua pemuda
Jerman diam-diam diterbangkan ke Israel, dibius, disiksa, dipaksa membuat
"pengakuan keterlibatan" palsu dalam kegiatan PLO, dan kemudian secara
anonim dipenjara di salah satu penjara politik terkenal milik pemerintah Israel.
o Pada Februari 1977 seorang warga negara naturalisasi AS, kelahiran
Jerman, bernama William Jahnke tiba di Paris untuk beberapa pertemuan
bisnis rahasia.
Tiba-tiba dia lenyap, tanpa jejak. Polisi Paris secara anonim
diberitahu bahwa Jahnke terlibat dalam ‘urusan suap tingkat tinggi’
Korea Selatan dan "dihilangkan" ketika kesepakatan rusak.
Sebuah tim khusus penyelidik dari SDECE, badan intelijen terkemuka
Perancis, akhirnya memutuskan Jahnke telah "dihabisi" Mossad, yang
mencurigainya menjual informasi rahasia ke Libya.
Seiring rincian lain
dari kasus kotor ini, SDECE tahu Jahnke telah "diserahkan" ke Mossad
oleh mantan tuannya sendiri, CIA.
 
MENYALAHKAN LIBYA
Salah satu operasi "bendera palsu" Israel yang paling keterlaluan melibatkan
propaganda liar yang bertujuan mendiskreditkan pemimpin Libya
Muamar Qaddafi.
Di bulan-bulan awal pemerintahan Presiden Ronald Reagan,
media AS mulai menceritakan "pasukan serbu Libya" berada di Amerika Serikat
untuk membunuh presiden mereka.
Ini menyulut sentimen publik (amerika)
kepada Libya.
Namun, tiba-tiba, kabar “pasukan serbu" lenyap.
Akhirnya diketahui sumber cerita itu Manucher Ghorbanifar, seorang
mantan agen SAVAK (polisi rahasia) Iran yang memilik hubungan dekat
dengan Mossad.
Bahkan media liberal Washington Post mengakui CIA
sendiri percaya Ghorbanifar adalah pembohong yang "telah mengarang
cerita pasukan serbu untuk menimbulkan masalah kepada salah satu
musuh Israel."
Los Angeles Times lah yang membongkar cerita seram Israel.
"Intelijen Israel, bukan pemerintahan Reagan," lapor Times, "adalah
sumber utama dari beberapa laporan paling dramatis yang dikeluarkan
tentang tim pembunuhan (dari) Libya yang diduga dikirim untuk membunuh
Presiden Reagan dan para pejabat AS lainnya... Israel, yang menurut sumber-
sumber, disebut ‘menginginkan alasan untuk masuk (menyerang) ke Libya
sejak lama,' mungkin mencoba membangun dukungan publik Amerika
untuk menyerang [Qaddafi]. "
Dengan kata lain, Israel telah mempromosikan mantan agen SAVAK,
Ghorbanifar, sebagai sumber terpercaya kepada pejabat Washington.
Kenyataannya, dia adalah agen disinformasi Mossad dalam melambaikan
"bendera palsu"- skema Israel untuk menyalahkan Libya atas kejahatan
mereka (Israel) sendiri, menggunakan "bendera palsu" (Iran SAVAK)
untuk menyalahkan "bendera palsu" yang lain (Libya) .
Mossad hampir pasti bertanggung jawab atas pemboman diskotek La Belle
di Berlin Barat pada 5 April 1986.
Namun, klaim yang dibuat, ada bukti
"tak terbantahkan" bahwa orang Libya lah yang (harus) bertanggung jawab.
Presiden Ronald Reagan menanggapi dengan serangan terhadap Libya.
Namun, orang dalam intelijen percaya bahwa Mossad Israel mengarang
"barang bukti" palsu untuk "membuktikan" tanggung jawab Libya.
Kepala Polisi Berlin Barat , Manfred Ganschow, yang mengambil alih
penyelidikan, membersihkan keterlibatan Libya, mengatakan,
"Ini adalah kasus yang sangat politis. Beberapa bukti yang dikutip Washington
mungkin bukan barang bukti sama sekali, hanya asumsi yang diadakan
untuk alasan politik.."
 
MENYALAHKAN SURIAH
Pada 18 April 1986, Nezar Hindawi, pria, WN Yordania 32 tahun, ditangkap
di London setelah penjaga keamanan menemukan salah satu penumpang
naik pesawat Israel menuju Yerusalem, Ann Murphy, 22, membawa
lembaran, persegi datar, bahan peledak plastik di bagian bawah tas bawaannya..
Nona Murphy mengatakan kepada petugas keamanan bahwa detonator
(disamarkan sebagai kalkulator) telah diberikan kepadanya oleh tunangannya,
Hindawi.
Dia didakwa dengan percobaan ‘sabotase dan pembunuhan’.
Terungkap bahwa Hindawi telah mengaku dan menyatakan ia disewa Jenderal
Mohammed Al-Khouli, direktur intelijen angkatan udara Suriah.
Disebut juga
keterlibatan pihak lain, termasuk duta besar Suriah di London.
Pihak berwenang Perancis memperingatkan perdana menteri Inggris bahwa
ada lebih banyak kasus yang terlihat yaitu keterlibatan Israel. Hal ini kemudian
dikonfirmasi dalam laporan di pers Barat.
 
MENYALAHKAN PLO
Pada tahun 1970, Raja Hussein, Yordania mendapat masukan dari intelijen
yang menuduh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sedang merencanakan
untuk membunuh dan merebut kekuasaannya.
Mendengar itu, Raja Hussein
geram dan mengerahkan pasukannya untuk apa yang dikenal sebagai
"September Hitam" pembersihan terhadap PLO.
Ribuan warga Palestina
yang tinggal di Yordania dikumpulkan, beberapa pemimpinnya disiksa,
dan akhirnya, massa pengungsi diusir dari Yordania ke Libanon.
Data baru, muncul ke permukaan setelah pembunuhan dua pemimpin
terkemuka Mossad di Larnaka, Siprus, menyebut seluruh operasi tersebut
adalah operasi/aksi rahasia Mossad, dipimpin salah satu operator utamanya,
Sylvia Roxburgh.
Dia merencanakan/merekayasa affair (perselingkuhan)
dengan Raja Hussein dan menjadi ‘pasak pd as roda’ (linchpin) untuk
kudeta besar yang Mossad rancang untuk mengacaukan Arab.
Pada tahun 1982, saat PLO telah meninggalkan aksi terorisme, Mossad
menyebarkan disinformasi tentang "serangan teror" di permukiman Israel
di sepanjang perbatasan utara sebagai pembenaran atas invasi besar-
besaran terhadap militer Lebanon.
Bertahun kemudian, bahkan juru bicara
Israel terkenal, seperti mantan MenLu Abba Eban, mengakui bahwa laporan
"PLO terorisme" telah direkayasa Mossad.
Perlu juga diperhatikan bahwa percobaan pembunuhan Duta Besar Israel
di London, Shlomo Argov awalnya dipersalahkan pada PLO.
Percobaan pembunuhan digunakan Israel sebagai salah satu alasan
serangan-nya ke Libanon pada tahun 1982.
Kenyataannya, diplomat adalah
salah satu "merpati" Israel dan cenderung berperan sebagai pihak yang
bersahabat dalam konflik Israel dengan PLO dan sepertinya mustahil
menjadi target kemarahan PLO.
Terlihat bahwa percobaan pembunuhan itu dilakukan dengan "bendera
palsu" Mossad- -untuk dua tujuan: (a) melenyapkan "kubu perdamaian"
yang ramah terhadap rakyat Palestina di kalangan internal (Israel),
dan (b) mempersalahkan kejahatan kepada PLO.


Alih bahasa dari situs http://rense.com/general50/blame.htm

Tidak ada komentar: