Rabu, Januari 12, 2011

Surat Sukanto Tanoto Kepada Presiden SBY - SBY Minta Kasus Asian Agri Diselesaikan dengan Baik

Surat Sukanto Tanoto Kepada Presiden SBY - SBY Minta Kasus Asian Agri Diselesaikan dengan Baik

[Opini ini pertama kali ditulis pada: 12/01/2011 22:25]
[Opini ini direvisi pada: ]

Jadi, kalau mau beres, kirim suratlah minta perlindungan Presiden..
Kalau perlu lewat jalur pertemanan.. :-p
Tentu saja anda harus orang kaya (culas gak peduli - yg penting kaya)..
kalau orang miskin, ya tahu diri lah.. :-(

------------

http://ayomerdeka.wordpress.com/2008/09/19/surat-sukanto-tanoto-kepada-presiden-sby/

Surat Sukanto Tanoto Kepada Presiden SBY
Oleh Robert Manurung

Sukanto Tanoto adalah orang terkaya Indonesia tahun 2006 versi majalah Forbes. Taipan ini bertanggung jawab atas kehancuran hutan dan pencemaran lingkungan hidup di Tapanuli, Riau dan Sulawesi. Disinyalir, sudah beberapa tahun dia ngumpet di Singapura, namun masih bisa mengendalikan secara efektif puluhan perusahaan raksasa di Indonesia–yang umumnya bermasalah dengan hukum.

Oleh : Robert Manurung

SIAPA saja boleh mengirimkan surat ke Presiden. Itu soal biasa. Tapi, kalau yang berkirim surat adalah pengusaha yang bermasalah dengan hukum, dan apalagi jika surat tersebut masuk lewat jalur pertemanan; maka Presiden bisa dituduh “main mata” dengan pelanggar hukum. Itu sebuah skandal.

Di negara-negara maju, skandal semacam itu biasanya dihindari oleh pejabat presiden. Itu sangat sensitif dan bisa dijadikan senjata oleh lawan-lawan politiknya, dan oleh media massa, untuk menuduh presiden merongrong usaha-usaha penegakan hukum.

Kalaupun presiden sampai nekad menerima pendekatan dari orang-orang yang bermasalah dengan hukum; mungkin dengan pertimbangan strategis demi kepentingan yang lebih besar, atau sekadar politik balas budi; maka akan diatur secermat mungkin agar tidak bocor ke publik, dan tidak meninggalkan jejak atau bukti-bukti. Itu dianggap seni di dunia politik.

Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, memang belum ada konvensi umum mengenai masalah semacam itu. Aku menggunakan istilah “konvensi” sebab titik berat perhatian kita bukan pada aturan tertulis, tetapi lebih ke soal etika, kepatutan, atau bagaimana perasaan masyarakat mengenai hal-hal yang patut ataupun tidak patut dilakukan oleh Presiden.

* * *

SEKARANG, mari kita lihat kasus terbaru yang sedang hangat dibicarakan, yaitu terungkapnya surat Sukanto Tanoto kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Di luar pengetahuan publik, dan tidak tercatat dalam administrasi surat-menyurat di Istana Negara, diam-diam Presiden SBY telah menerima surat dari pemilik Asian Agri Group tersebut.

Dalam surat tertanggal 7 Januari 2008 itu, Sukanto meminta perlindungan Presiden dalam penyelesaian kasus dugaan manipulasi pajak senilai 1,3 triliun.

Salinan surat tersebut dipublikasikan Koran Tempo edisi kemarin (18/9), disertai hasil cross-check kepada berbagai pihak. Kesimpulannya, surat itu sampai ke tangan Presiden bukan melalui jalur resmi, melainkan jalur informal atau “pertemanan”.

“Tidak ada surat itu lewat sekretaris kabinet. Saya tidak berwenang menjawab itu,”ujar Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi kepada Koran Tempo di Purwokerto. “Saya tidak tahu soal itu, sungguh,”kata Juru Bicara Presiden, Andi Mallarangeng di tempat terpisah. Mensesneg Hatta Rajasa pun mengaku tidak tahu.

Lantas, lewat tangan siapa surat itu sampai ke tangan Presiden ? Bisa lewat siapa saja. Soalnya, jaringan kepentingan yang terbentuk di sekitar Presiden sangat beragam, luas, dan besar. Di sisi lain, kekuatan ekonomi, pengaruh, dan jaringan yang dimiliki Sukanto Tanoto sangatlah besar.

Kurirnya bisa saja diplomat asing, tokoh agama, wartawan, pengelola panti asuhan, ibu-ibu dharma wanita, atau aktivis LSM yang dianggap vokal. Orang Batak bilang : Hepeng do namangatur negara on ‘Duit yang mengatur negara ini’…

Sukanto Tanoto adalah orang terkaya Indonesia tahun 2006 versi majalah Forbes. Taipan ini bertanggung jawab atas kehancuran hutan dan pencemaran lingkungan hidup di Tapanuli, Riau dan Sulawesi. Disinyalir, sudah beberapa tahun dia ngumpet di Singapura, namun masih bisa mengendalikan secara efektif puluhan perusahaan raksasa di Indonesia–yang umumnya bermasalah dengan hukum.

* * *

ADA satu aspek yang sangat menarik, namun, kemungkinan besar bakal terlewatkan oleh media massa dan masyarakat umum. Secara bercanda bisalah kita katakan, ini merupakan kesempatan untuk memamerkan keunggulan blog, yaitu kesanggupan menyoroti hal-hal yang tidak bersifat hardcore—unsur-unsur yang subtil atau renik dari peristiwa penting; lantaran tidak terbatasnya halaman dan tidak terikat dengan tenggat atau deadline; dan, karena publikasi blog bersifat personal. .

Yang akan kita bedah adalah sifat surat Sukanto Tanoto kepada Presiden SBY; yang selain informal, juga bernuansa akrab–yang hanya mungkin dilakukan oleh orang yang telah sering bertemu dan saling mengenal dengan baik.

Selain itu tersirat pula dalam surat bergaya pribadi itu, dignity atau self confident yang besar pada diri Sukanto bahwa dirinya adalah seorang taipan, orang besar, anggota kasta tertinggi dalam hirarki masyarakat Indonesia yang kapitalistik; dan seorang tokoh yang telah melembaga dan tidak lebih rendah dibanding Presiden.

Tidak sebagaimana lazimnya, letterhead surat tersebut bukan nama perusahaan atau logo Asian Agri Group, melainkan nama Sekanto Tanoto–semuanya huruf kapital. Ini adalah manner surat pribadi ala Anglo-saxon yang ditiru oleh masyarakat kelas atas di Indonesia, dan dipakai dalam surat-menyurat dengan sesama mereka.

Pencantuman nama sebagai letterhead merupakan ekspresi kebangsawanan dan sekaligus untuk memberikan sentuhan pribadi pada penyampain pesan yang sebenarnya formal. Tapi, kalau kita perhatikan dengan cermat, ada hal yang tidak konsisten mengikuti manner ini, yaitu cara menyapa orang yang menjadi tujuan surat tersebut. Tertulis di situ,”Kepada Yth. Bapak Presiden Republik Indonesia”. Tidak disebutkan nama SBY. Lazimnya nama disebut lebih dulu, disusul jabatan.

Mengenai isinya, Sukanto Tanoto tidak merasa perlu menjelaskan posisinya di dalam Asian Agri Group; dan rincian masalah sedang yang dihadapi grup tersebut. Artinya, Presiden selaku penerima surat itu dianggap sudah harus tahu bahwa Sukanto Tanoto adalah pemilik grup perusahaan yang didakwa menggelapkan pajak senilai 1,3 triliun itu. Hebatnya lagi, dalam surat itu dia hanya satu kali menyebutkan Asian Agri Group, dan selanjutnya cukup dia sebut “perusahaan-perusahaan”.

Perhatikan pula salah satu kalimat dalam surat tersebut yang aku kutipkan berikut ini,”Oleh karena itu ijinkanlah kiranya kami mohon sudi kiranya Bapak Presiden berkenan memberikan kesempatan kepada perusahaan-perusahaan agar dapat membicarakan dan menyelesaikan permasalahan secara kondusif dengan Bapak Dirjen Pajak…”

Sukanto langsung menyebutkan Bapak Dirjen Pajak, untuk menunjukkan bahwa di situlah macetnya urusan Asian Agri Group—yaitu pada pejabat Dirjen Pajak yang tidak kooperatif. Lagi-lagi, dia tidak merasa perlu menyebutkan nama si Dirjen, karena toh Presiden sudah harus tahu, dan lantaran oknum Dirjen dianggap impersonal dan cuma sebuah fungsi atau tool yang diminta supaya disetel oleh Presiden !

* * *

URAIAN panjang ini sebenarnya cuma ingin menyampaikan opini sederhana seorang warga negara Indonesia, seorang blogger yang prihatin : seharusnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menolak surat Sukanto Tanoto yang disampaikan melalui jalur informal atau pertemanan.

Itu akan melemahkan program pemberantasan korupsi yang gencar dilakukan oleh KPK. Dan, bakal muncul cibiran bahwa citra angker KPK hanya berfungsi menakut-nakuti, untuk mendorong pengusaha-pengusaha bermasalah mohon perlindungan kepada Presiden—lewat pintu belakang Istana Negara.

Merdeka!



http://us.detikfinance.com/read/2008/03/08/155607/905362/4/sby-minta-kasus-asian-agri-diselesaikan-dengan-baik


Sabtu, 08/03/2008 15:56 WIB

SBY Minta Kasus Asian Agri Diselesaikan dengan Baik

Suhendra - detikFinance

Jakarta - Kasus penggelapan pajak Asian Agri yang mencapai Rp 1,3 triliun menyita perhatian Presiden SBY. Dirjen Pajak pun diperintahkan untuk menyelesaikannya dengan baik.

Permintaan itu disampaikan Presiden SBY usai bertemu dengan jajaran Ditjen Pajak dan mengisi SPT di kantor Ditjen Pajak, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Sabtu (8/3/2008).

"Ditjen Pajak telah melaporkan kepada saya dan saya menginstruksikan agar diselesaikan dengan baik, lebih cepat lebih baik, ini untuk kepentingan kita semua. Jadi tadi memang disamping usaha-usaha yang lagi booming seperti CPO dan batubara, juga Asian Agri yang dilaporkan cukup jelas paparannya tadi. Saya minta Menkeu dan Ditjen selesaikan sebaik-baiknya supaya transparan, fair dan akuntabel," ujarnya.

Presiden mengharapkan agar penyelesaian masalah penggelapan pajak Asian Agri itu bisa transparan, fair dan akuntabel sehingga masyarakat tahu siapa saja yang benar-benar membayar pajak dan patuh sebagaimana mestinya.

Sementara Dirjen Pajak Darmin Nasution mengatakan, penyelesaian pajak Asian Agri itu bukan hanya dilihat dari kekurangan nilainya. Tapi harus dilihat dari bukti dokumen-dokumennya.

"Tadi saya diingatkan oleh presiden untuk sektor-sektor yang sedang booming harus diperhatikan dengan baik," ujar Darmin.

Presiden SBY juga mendesak Dirjen Pajak untuk lebih tajam lagi dalam mengawasi pajak sektor-sektor yang sedang booming, seperti CPO, batubara, pulp

.

Dengan pengawasan ketat, diharapkan pendapatan negara dari sektor tersebut bisa dikontribusikan lebih besar lagiuntuk negara untuk membantu negara yang sedang mengalami kesusahan.

"Untuk itu bagi saudara kita yang mengalami keuntungan lebih besar seperti sektor CPO dan batubara untuk membantu lebih banyak karena tujuan kita adalah mendapatkan pendapatan yang besar dan berkontribusi lebih besar lagi untuk membantu yang lemah," ujar Presiden. (qom/qom)

Tidak ada komentar: