Tulisan beberapa tahun lalu, namun rasanya masih cukup relevan untuk setiap rencana kenaikan/penurunan harga BBM.
CMIIW..
Wassalam,
Irwan.K
http://irwank.blogspot.com/
[Opini ini pertama kali ditulis pada: ]
[Opini ini direvisi pada: ]
--------
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/message/20906
Rencana Kenaikan harga BBM di masa 100 hari Pemerintahan KIB
From: "irwank2k2"
Date: Sun, 12 Dec 2004 14:28:46 -0000
** Mailing List|Milis Nasional Indonesia PPI-India **
Rencana Kenaikan harga BBM di masa 100 hari Pemerintahan KIB
Oleh: Irwan.K (*)
Pola lama - penyebaran isu
--------------------------
Kelihatannya hingga saat ini pemerintah masih menggunakan pola yang masih sama dalam mengeluarkan kebijakan. Mereka mengeluarkan isu jauh" hari sebelum dikeluarkannya
kebijakan yang asli - dalam hal ini rencana Kenaikan harga BBM. Teoritisnya, ini (seolah-olah)
untuk mempersiapkan masyarakat lebih lama. Jadi supaya masyarakat tidak kaget, katanya.
Namun kenyataannya, keluarnya isu tadi justru menambah beban masyarakat karena malah harus menanggung dampak kenaikan harga barang" dalam 2 tahap. Tahap ke-1 persis setelah
isu mulai berkembang dan tahap ke-2 terjadi setelah kenaikan harga yang sebenarnya.
Dalam masa 100 hari pertama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kita dapatkan
kabar akan diberlakukannya kenaikan tarif BBM hingga 40%. Mendadak sontak hal ini mengundang reaksi cukup keras dari berbagai kalangan masyarakat. Demo digelar di berbagai tempat dengan
tujuan yang relatif sama; meminta pemerintah membatalkan kenaikan harga BBM.
Bahkan ada pandangan agar pemerintah hendaknya lebih meng-efisien-kan pengeluaran" yang ada terlebih dahulu baru memikirkan kenaikan harga BBM sebagai opsi terakhir untuk menghemat keuangan negara.Tentunya berbagai argumen telah dipersiapkan untuk menjelaskan alasan kepada rakyat,
yang konon katanya merupakan pemilik kedaulatan sejati dan sebagian darinya telah mempercayakan SBY memimpin negara ini karena janji perubahan yang dilontarkannnya.
Bahkan MenegKomInfo, Sofyan Djalil bertanggung-jawab memimpin tim untuk mensosialisasikan kebijakan baru' ini.
Analisa
-------
Namun ada hal menarik yang bisa kita lihat dari munculnya isu kenaikan kali ini.
Pertama, saya yakin banyak dari kita yang tidak mengharapkan munculnya kabar kenaikan
tarif BBM, minimal dalam masa 100 hari pertama masa bakti Kabinet Indonesia Bersatu.
Kedua, besarnya prosentase kenaikan yang disebutkan bukanlah angka yang kecil. Lantas kira"
apa yang menjadikan pemerintahan KIB (seolah-olah) mengambil langkah berani semacam ini?
Analisa saya, hal ini mungkin dapat dijelaskan dalam beberapa uraian berikut ini:
1. Penyebaran isu jauh" hari sebelum pelaksanaannya sangat mungkin dilakukan untuk
melihat reaksi masyarakat. Kalau tidak ada yang protes, berarti rencananya aman.
Kalau ada protes, pemerintah tentu tidak akan tinggal diam.Entah itu memberikan penjelasan",
bahkan kalau diperlukan tinggal menjalankan rencana lain yang ada. Logikanya pemerintah pasti
memiliki beberapa rencana (plan a, b, c, dst).
2. Kalau benar kabar bahwa kenaikan harga BBM ini untuk perhitungan APBN 2005, berarti
pelaksanaannya paling cepat 1 Januari 2005. Sementara tanggal itu masih merupakan masa kritis
pantauan masyarakat (100 hari pertama).
Mengapa pemerintah berani menjalankannya dalam masa kritis ini? Dengan karakter SBY yang
(katanya) sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan (seperti yang terlihat dalam proses
pengumuman susunan KIB), rasanya hampir mustahil kalau keputusan yang dianggap 'tidak populis'
seperti ini akan dijalankan. Bukankah ini dapat menjadi poin negatif atas kinerja pemerintahan KIB?
3. Besaran prosentase kenaikan harga BBM yang mencapai 40% jelas akan memberi 'kesan pertama'
yang begitu mengejutkan. Koq besar sekali? Lantas kalau begitu besar, kenapa pemerintah berani
menyebut angka ini? Bukankah ini, lagi" dapat menjadi poin negatif?
-------
Tanpa bermaksud mendahului taqdir, atau 'sok tahu' membaca jalan pikiran pemerintah, berikut ini
jawaban yang mungkin bisa didapat dari pertanyaan yang terbetik di atas:Bahwa pemerintah memiliki
banyak rencana, itu tidak perlu dibahas lagi. :D
Kita lihat pertanyaan dari uraian ke-2. Mengapa pemerintah berani menjalankan itu dalam masa pantauan 100 hari? Menurut saya, pemerintah belum tentu akan menjalankannya persis pada saat
pergantian tahun ke 2005. Dengan melihat respon dari masyarakat yang menolak rencana kenaikan
harga BBM tersebut, pemerintah bisa mengambil kesempatan membalikkan situasi sulit menjadi situasi
yang menguntungkan.
Di detik" terakhir menjelang akhir tahun, pemerintah bisa saja mengatakan akan MENUNDA penerapan
rencana kenaikan harga BBM. Bagi sebagian masyarakat, penundaan dianggap cukup bijaksana. Padahal hakikatnya, keadaan tidaklah menjadi lebih baik karena bisa jadi masyarakat telah menanggung kenaikan harga barang" lain tahap ke-1, seperti yang saya sebut di awal tulisan ini.
Lalu untuk pertanyaan dari uraian ke-3.Mengapa pemerintah berani menyebut angka sebesar 40%?
Menurut saya, pemerintah belum tentu akan mengambil angka itu. Pelemparan isu sekali lagi bisa jadi
merupakan sebuah 'test case'.Kalau tidak ada respon negatif, berarti rencana dapat berjalan mulus.
Namun kalau ada respon negatif, berarti adakan revisi (seperlunya).
Hal serupa pernah terjadi di jaman pemerintahan ORBA. Persisnya saya tidak begitu ingat, namun kurang lebih waktu itu harga Premium (bensin) awalnya adalah Rp 850 per liter. Pemerintah menaikkan
harga menjadi Rp 1150 per liter.Namun karena masyarakat melakukan penolakan (demo) maka
pemerintah berkenan memberikan 'discount' menjadi Rp 1000 per liter.
Kesan sepintas di sebagian masyarakat, pemerintah telah mendengarkan aspirasi masyarakat dengan menurunkan harga dari Rp 1150 menjadi Rp 1000 per liter. Padahal kenyataannya pemerintah telah
mendapat 'keuntungan' dari kenaikan harga Rp 850 menjadi Rp 1000 (per liter) yang terjadi. Dan masyarakat tetap menanggung kenaikan harga BBM (dan barang" lain).
Untuk kasus kali ini, saya menduga kenaikan harga 'proyeksi' pemerintah adalah pada kisaran 20%-
30%. Kisaran ini saya prediksikan dengan melihat contoh kasus pada jaman ORBA tadi. Pemerintah
rasanya tidak mampu (atau tidak mau) melihat alternatif lain perbaikan APBN khususnya dalam urusan
BBM, kecuali menaikkan harga BBM.
Lagipula penyebutan angka kenaikan harga BBM, menurut saya mirip dengan pola penjual di pasar tradisional. Sebut saja harga tinggi" dahulu, sehingga kalaupun ditawar pembeli, penjual tadi tinggal memberi harga yang lebih rendah. Agar dianggap sebagai penjual yang 'baik'.
Analisa saya di atas bisa saja salah. Namun yang pasti, kalau pemerintah sudah mengumumkan
rencana kenaikan harga BBM (dan barang" lain), kita tidak mungkin akan mendapatkan penurunan harga.
Kesimpulan
----------
Saat ini yang diperlukan adalah upaya pencerdasan bangsa sehingga rakyat atau masyarakat dapat memberikan penilaian yang lebih cerdas. Tidak mudah tertipu oleh penampilan luar semata.
Masyarakat tetap harus memberikan apresiasi terhadap prestasi yang dicapai pemerintah. Namun jangan sampai mudah terbuai dengan 'lips service' semata yang terlihat baik namun kenyataannya
tidak memberi manfaat, malahan mungkin sudah memberatkan.
Jakarta, 12 Desember 2004
(*) Penulis adalah anggota masyarakat biasa yang kebetulan memiliki perhatian kepada kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar